Selasa, 15 Mei 2012

Hari Pertama Mertuaku Berpulang

Hari Pertama Mertuaku Berpulang
Sabtu,  5 Mei 2012, Saniscara Kajeng Wage Prangbakat, Purnama Jiyestha, hari yang sudah kunantikan semenjak berhari lalu. Dua banten pejati telah kupersiapkan untuk nangkil ke Pura Catur Kandapat Sari yang terletak di jalan Antasura 150. Bersamaku akan ikut pula berangkat dari Umedui, tiga anak asuhku, dan anak-anakku sendiri. Aku juga merencanakan akan mengajak serta ponakan tercinta, Putu Diah Trisna Septiani.

13370874871783114080

Waktu menunjukkan pukul 6.10 sore tatkala telpon rumah berdering. Suamiku berbicara di ujung seberang…. “Datanglah ke Antasura, jangan bawa banten, ajak anak-anak”. Ah…. Jantungku berdegup kencang. Bapak mertuaku yang sudah berumur 95 tahun, tinggal bersama ipar di jalan Antasura, dan kini suami sedang berkumpul di sana pula.

Tebakan ku benar….. Bapak mertua baru berpulang, dengan didampingi anak-anaknya, suamiku, Wayan Tagel Eddy, para ipar, Made Miasa, Wayan Tinggal, Wayan Arsini, juga cucu, Putu Diah dan Made Dika.

Segera kuberitahu Putu Widiasih atau yang biasa kupanggil Ayu. Dia sedang bersiap untuk ikut bersembahyang, namun kini kubatalkan. Kuminta dia menunggu rumah dan berjaga terhadap segala kemungkinan, sementara aku dan anak-anak akan segera berangkat menuju Antasura. Ku telpon May dan menyatakan bahwa aku tidak bisa menghantar mereka bersembahyang bersama, dan meminta dia juga teman2nya mengambil banten yang telah kupersiapkan untuk sembahyang. Ku telpon pula para sahabat, Jro Nyoman Suharta, dan Nyoman Gede Artha sekeluarga, yang sesungguhnya tertarik ingin ikut bergabung dalam rangkaian persembahyangan bersama di Pura yang terkenal unik tersebut. Hmmm, Tuhan belum berkenan memberi ku kesempatan bergabung kali ini, dalam rangkaian odalan di Pura tersebut.

1337089259387703082

Aku dan kedua anakku tiba di Jalan Antasura, Gg Sutra, 30 menit kemudian, kami mendapati bapak mertua, Ketut Rantun, telah dibaringkan di atas kasur di ruang keluarga. Dokter didatangkan untuk memastikan keberangkatan beliau. Berikutnya, berdatangan para kerabat dan sahabat, mulai dari adik2nya dan keluarga masing-masing dari Wayan Arsini, para sahabat suamiku sesama rekannya yang sedang menempuh pendidikan di program pascasarjana S3, para tetangga di Perum Pondok Galeria, seperti Pak Made Mertayasa beserta istri, Pak Nyoman Arka, Pak Nyoman Runteg, Pak Dewa Kadek Uriana.

Kami putuskan akan membawa pulang bapak mertua ke kampung halaman tercinta, Asah Badung di Sepang Kelod. Namun baru pada keesokan pagi dini hari, dengan alasan agar tidak terjebak kemacetan. Mengapa tidak membawa beliau ke rumah sakit? Dengan alasan, karena usia sudah sepuh, diyakini meninggalnya beliau memang bukan karena penyakit atau kecelakaan. Lagi pula, bila dibawa ke rumah sakit, harus melalui serangkaian visum, memandikan jenasah, meminta surat keterangan dari dokter atau pihak RS, lalu kemudian ambulan beserta supir yang akan membawa ke kampung halaman yang belum tentu bisa menguasai medan yang sungguh berat dengan jalan berliku, rusah parah, dan dalam keadaan gelap larut malam.

1337089660748192058

Bagaimana dengan proses mengawetkan jenasah? Karena kami belum tahu, entah bagaimana kelanjutan dari prosesi acara upacara dan upakara yang disepakati bersama keluarga besar, juga desa adat dan lingkungan di kampung. Ada 3 alternatif pilihan, diawetkan dengan menggunakan formalin? Toh aku sudah beberapa kali membantu proses penyuntikan formalin terhadap jenasah. Dengan menggunakan es? Namun bagaimana mungkin, bisa mendapatkan es dengan mudah, di kampung jauh di Buleleng sana…. Atau, dengan menggunakan dry ice. Maka, iparku, Agustinus Bheudema, mulai mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan ini. 

13370897451704985607

Dari informasi yang berhasil kami kumpulkan malam itu, penyalur dry ice terdapat di jalan raya Sidakarya, Sesetan, Denpasar. Diperlukan 30 kg dry ice di hari pertama penggunaan, dan kemudian 20 kg dry ice per hari nya bagi bapak mertua yang memiliki berat badan 50 kg. Per kg dry ice dihargai sebesar Rp 20.000. Iparku ditugaskan meng handle urusan membawa dry ice dari Denpasar ke Singaraja.

Berikutnya, kami memandikan bapak mertua dengan menggunakan peralatan serba baru, ember dan gayung baru, sabun baru. Aku menyabuni dan menggosok perlahan, demikian pula Bli Made Miasa, Nyoman Sumadi, dan Ketut Karmini, juga suamiku, me lap hingga bersih seluruh bagian tubuh beliau. 

13370898471500236004

Kami kemudian menggosok kembali seluruh bagian badan beliau dengan air hasil uleg an kayu cendana, sebelum kemudian memberi pakaian bersih. 

Ah….. tenang sekali wajah beliau. Sungguh memancarkan sinar kasih teduh dalam senyuman di balik wajah tertidur nya.

1337090265257995294

Terbayang saat-saat kami masih berkumpul bersama, saling bertukar ceritera, tentang perjalanan hidup, kisah dan berbagai harapan yang kami punya.

13370900451252723323
1337090316481306972

Namun ini jalan yang telah Tuhan beri bagi kami semua. Kami harus tabah menghadapi ini, menjalani semua dengan sepenuh cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar