Sabtu, 23 Juli 2011

Ibu Sri Mulyani, Majulah terus....


REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dipersilahkan untuk maju menjadi Calon Presiden 2014 nanti. Kemampuannya berpolitik nanti bakal diuji. Perkara nanti akan menang atau kalah biar masyarakat yang menentukan.

http://id.berita.yahoo.com/pakar-biarkan-rakyat-menentukan-memilih-sri-mulyani-atau-131035856.html 23 Juli 2011

“Silahkan saja, karena Sri Mulyani bangsa Indonesia dan berhak menggunakan hak politiknya,” Ujar Pengamat Politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit, saat dihubungi, Kamis (21/7).

Menurutnya, Sri Mulyani memang pantas menyalonkan diri, karena selama menjadi menteri keuangan, dia dianggap jujur dan tegas memperbaiki perekonomian. Arbi menganggap selain Sri Mulyani, harus diuji kemampuannya dan dedikasinya terhadap bangsa ini.

Belakangan ini isu Sri Mulyani didukung pihak asing berkembang. Sejumlah diplomat asing diduga mendekati purnawirawan TNI untuk mendukung Sri Mulyani menjadi Presiden 2014 nanti. Purnawirawan dianggap ingin bermanuver dengan menyuarakan Indonesia harus menjaga kedaulatannya dan tidak bergantung dengan asing.

Mereka dianggap terjebak hanya dalam satu kepentingan politik. “Mereka masih awam terhadap politik,” imbuhnya. Yang mereka pikirkan hanyalah era Soekarno. Sedangkan saat ini zaman sudah berubah.

“Sekarang saya tanya, siapa yang tidak bergantung dengan asing,” tegasnya. Negara Malaysia bisa lebih baik dari Indonesia karena memanfaatkan asing. Begitu juga dengan Negara-negara lain yang sampai saat ini terus berkembang.

Arbi menduga mereka yang menolak Sri Mulyani adalah yang pernah mendemo Sri Mulyani terkait kasus Century. Mereka menganggap Sri Mulyani adalah oknum neo Liberalisme. Pengamat politik ini manyatakan sekarang ini tidak ada yang bisa lepas dari paham itu.

Tak adalagi yang bisa diperbuat selain mengambil keuntungan dari paham itu. Sri Mulyani juga diharapkan mengambil keuntungan dari mereka yang anti neoliberalisme. Prinsipnya, jelas Arbi, adalah mendayung diantara dua karang.

Bung Andi menjelaskan :

Hati Kecil Saya untuk Sri Mulyani
Senin, 07 Desember 2009

sumber : Catatan Dahlan Iskan-wordpress

HATI kecil saya masih berharap mudah-mudahan hasil pemeriksaan investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kasus Bank Century itu tidak seluruhnya benar. Sebab, kalau memang tidak ada yang salah, akibatnya akan sangat dramatis: kita bisa kehilangan menteri keuangan yang sangat kita banggakan. Seorang menteri, Sri Mulyani, yang reputasinya begitu hebat. Baik di dunia internasional maupun dalam mengendalikan keuangan negara. Secara internasional dia terpilih sebagai menteri keuangan terbaik di dunia dua tahun berturut-turut. Di dalam negeri dia dikenal sebagai menteri pertama yang berani mereformasi birokrasi di departemennya. Juga menteri yang sangat ketat mengendalikan anggaran negara. Bahkan, dialah satu-satunya menteri yang berani minta berhenti ketika ada gelagat pemerintah akan membela seorang konglomerat yang dia anggap tidak seharusnya dibela.

Hati kecil saya masih berharap, mudah-mudahan ada yang tiba-tiba mengatakan: kesimpulan BPK itu diperoleh dengan cara kerja yang kurang benar. Maka kita tidak akan kehilangan menteri keuangan yang pandainya bukan main itu. Pandai dalam ilmunya, pandai dalam menjelaskan pikirannya, dan pintar bersilat kata. Saya melihat kecepatan berpikirnya sama dengan kecepatan bicaranya. Kalau lagi melihat cara dia mengemukakan pikiran, seolah-olah otak dan bibirnya berada di tempat yang sama.

Hati kecil saya masih berharap, mudah-mudahan ada orang yang tiba-tiba menemukan data bahwa BPK telah salah ketik. Maka, kita tidak akan kehilangan menteri yang mampu rapat dua hari dua malam nonstop untuk menyelamatkan keuangan negara. Rapat itu tidak boleh berhenti karena lengah sedikit berakibat pada kebangkrutan ekonomi nasional. Rapat itu tentu melelahkan karena angka-angkalah yang akan terus berseliweran. Angka-angka yang rumit: kurs, suku bunga, devisa, likuiditas, rush, neraca perdagangan, stimulus, dan seterusnya. Angak-angka itu saling bertentangan, tapi menteri tidak boleh memilih salah satunya. Dia harus membuat keputusan yang harus memenangkan semua angka yang saling merugikan itu. Padahal, dia baru saja tiba dari Washington, AS, untuk berbicara di forum KTT G-20 yang amat penting itu. Di Washington dia tahu bahayanya ekonomi dunia. Tapi, dia mampu memikirkan keuangan internasional sekaligus keuangan nasional dalam waktu yang sama di belahan dunia yang berbeda. Dia harus menghadiri KTT G-20 di Washington saat itu (kebetulan saya ikut di rombongan situ) saat rupiah tiba-tiba melonjak menjadi Rp 12.000 per dolar AS. Dia harus tampil cool di forum dunia yang Singapura pun tidak boleh ikut di dalamnya itu sambil tegang bagaimana harus mengendalikan rupiah yang sudah membuat warga negara Indonesia panik semuanya.

Dialah menteri yang datang ke Washington hanya untuk mengemukakan pikiran briliannya dan harus langsung kembali ke tanah air pada hari yang sama untuk mencurahkan perhatian pada ekonomi yang hampir bangkrut itu.

Hati kecil saya masih berharap, mudah-mudahan ada orang yang mengatakan bukan dia yang harus bertanggung jawab. Tapi, ada pihak lainlah yang harus mendapat hukuman. Kalau tidak, kita akan kehilangan seorang menteri yang di saat ibu kandungnya, Prof Dr Retno Sriningsih Satmoko, sedang sakit keras menjelang ajalnya, dia tidak bisa menengok sekejap pun. Dia memilih mencurahkan segala pikiran, tenaga, dan emosinya untuk menyelamatkan ekonomi bangsa ini. Dia tidak bisa menjenguk ibu kandungnya yang jaraknya hanya 45 menit penerbangan di Semarang sana. Dia harus mencucurkan air mata untuk dua kesedihan sekaligus: kesedihan karena ibundanya berada di detik-detik akhir hidupnya dan kesedihan melihat negara dalam bibir kehancuran ekonomi. Dua-duanya tidak bisa ditinggal sedetik pun. Rupiah lagi terus bergerak hancur dan detak jatung ibunya juga lagi terus melemah. Dan, Sri Mulyani memilih menunggui rupiah demi nyawa jutaan orang Indonesia.

Ayu menguraikan:
Saya heran melihat komentar beberapa tokoh mengenai Sri Mulyani dalam 4-5 hari belakangan ini. Mereka berbicara mengenai Sri, dengan menghubung-hubungkannya dengan posisinya sebagai calon Presiden 2014. Diantara komentator ada Ketua PKS. Beliau mempertanyakan kapabilitas Sri dalam berpolitik. Menurut beliau, Sri hanya bisa mereformasi ekonomi. Ada pula Siti Zuhro dari LIPI yang mengatakan bahwa peluang Sri untuk mendulang dukungan dari parpol-parpol beraliran agamis bakal menipis. Lalu muncul lagi pernyataan-pernyataan bahwa ada pihak negara asing (maksudnya : Barat?) ikut campur mengupayakan agar Sri jadi Presiden RI 2014. Seolah memberikan kesan bahwa Sri merupakan alat kepentingan Barat di Indonesia. Entah besok komentar apalagi yang mungkin muncul.
Kok Sri sudah begitu banyak menerima sorotan? Apakah Sri memang benar-benar mau mencalonkan diri jadi Capres 2014? Kok saya belum dengar? Sri jadi ibarat seorang pemain sepakbola. Pemain tersebut belum masuk (dan belum pasti masuk) ke lapangan hijau, penonton serta komentator sudah heboh. Ada yang senang, ada pula yang terkesan cemas; bahkan sangat cemas. Kalau melihat keadaan begini, saya jadi berpikir, bahwa pemain ini tentu bukan pemain sembarangan. Tentu pemain yang hebat. Belum apa-apa, sudah heboh. Bagi orang awam seperti saya, hal ini justru mengundang rasa ingin tahu saya. Saya jadi ingin melihat pemain tersebut tampil bersama timnya. Seperti apa dia ini? Seberapa bahaya rupanya dia bagi musuhnya? Seberapa indah permainannya untuk dinikmati? Kalau pemain-pemain lama sich, yang sudah lama sekali saya kenal, permainannya tidak menarik. Membosankan. Bahkan sering menyakitkan mata dan hati. Sekarang, saya ingin menikmati pemain baru ini terjun ke lapangan. Ada yang mau ikut bersama saya? Ingat lho mas, bukan karena kami sama-sama wanita ….




Tidak ada komentar:

Posting Komentar