Sabtu, 09 Juli 2011

Pawiwahan Ketut Santi








Manis Galungan, Kamis, 7 Juli 2011. Pagi hari mebanten nganyarin di sanggah rumah tua. Kemudian bersiap berangkat bersama para ipar ke rumah Bli Ngah Puja. Ku letakkan nasi dalam sokasi sebagai prasyarat anggota sekeha santi lanang tedun ke rumah orang yang punya karya / hajat. Di atasnya kuletakkan bungkusan kado yang kubeli. Kemarin, sehabis mebanten di sanggah, kami sudah membawa banten gebogan untuk dihaturkan di sanggah Bli Ngah.

Suami membonceng ipar, Mbok Ngempi, di atas motor RX King milik Nyoman Westra sang ponakan. Aku menggandeng Mbok Sukati pulang ke rumahnya terlebih dahulu, dengan motor Astrea grand milikku sendiri.

Well, dan inilah kami, berbaur bersama dengan anggota sekeha santi, melakukan aktivitas bersama-sama di rumah pihak mempelai wanita. Berat sama dijunjung, ringan sama dipikul. Sungguh sebuah Genius Local Wisdom, Kearifan Lokal yang sungguh Jenius. Mungkin saja, bagi sebagian orang, hal ini merupakan kesia-siaan belaka. Namun, ini adalah sebagian cara menangkal gempuran pengaruh budaya luar yang mungkin kurang bijak bila tanpa disaring agar sesuai dengan kehidupan setempat.

Selesai aktivitas di rumah Bli Nengah Puja, kami kembali ke Pangkung Singsing. Kemudian aku bersama suami mengunjungi rumah Tut Tadra di Asah Badung. Anaknya, Putu Sumadiartha, meninggal dunia di RS Sanglah karena penyakit tensi tinggi yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak. Enam hari lagi bakal diaben. Kembali Sekeha Santi bakal mendapat tugas membantu pelaksanaan upacara di rumah yang punya karya. Hmmm, another Genius Local Wisdom.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar