Jumat, 06 Mei 2011

Tumpek Landep, Local Genius Wisdom.....

Saniscara Kajeng Kliwon Uwudan wuku Tumpek Landep, 7 Mei 2011 adalah hari Tumpek Landep. Tumpek Landep merupakan hari dimana umat Hindu memberikan perhatian khusus berupa upacara dalam rangka memaknai betapa berharganya berbagai benda dan peralatan yang telah membantu mempermudah manusia dalam melaksanakan pekerjaannya, seperti mesin, kompor, sapu, motor, senjata, dan lain sebagainya.

Hmmm, sungguh merupakan sebuah bentuk Local Genius Wisdom, Kearifan Lokal yang sungguh Adi Luhung. Kita sebagai manusia selalu diingatkan untuk tidak jumawa, tidak sombong dan lupa diri, bahwa hidup kita menjadi berarti atau bermakna karena adanya orang lain, karena adanya lingkungan sekitar kita yang mendukung, membantu kita dalam mempermudah mencapai tujuan kehidupan.

Terjaga di pagi hari, Jum'at 6 Mei 2011 setelah kemarin malam baru tiba dari Singaraja, rasa lelah masih melanda. Namun harus bangun pagi hari dan ke pasar. Yudha harus mengumpulkan prakarya membuat bingkai dari berbagai jenis kacang2an, maka, sang emak harus maju mempersiapkan segala sesuatunya agar dia tidak ngambek dan mau belajar juga bekerja. Tiba dari pasar, masih harus membantu nya menyelesaikan pe er sekolah, mempersiapkan bekal Adi untuk di bawa sekolah, baru mandi dan bersiap berangkat ke kantor. Hmmm.....

Hari ini ada dua rapat sekaligus.... Persiapan program pelatihan bagi peserta dari Timor Leste, dan juga bahasan mengenai tawaran program dari pihak manajemen Conrad. Rapat baru akan dimulai pukul 10. Namun akan jauh lebih baik jika bisa sambil mengecek bahan lainnya lagi di ruang Administrasi Perhotelah, ruang kantorku di STPNDB. Wahyuni, mahasiswa bimbingan skripsiku sudah menanti untuk diskusikan kelanjutan skripsinya. Esa, si dosen baru, sudah menanti pula untuk menjadi asistanku di ruang kelas nanti. Kami harus diskusi namun tugas menanti. Lumayan banyak aktivitas sepanjang hari ini.

Pukul 12, kusempatkan makan nasi rame-rame bersama para sahabat satu ruang. Dua bungkus nasi goreng yang kami beli, dibagi berempat, ditambah dengan tahu dan tempe goreng. Ah... sungguh menyenangkan makan bersama, megibung..... Sebuah Local Genius Wisdom lain lagi. Tanpa memandang kasta dan pangkat, juga agama.... kami duduk dan makan bersama pada satu meja dan dari piring sama pula.... IGA Mir, Nym Suk, Irn, Ngh Sudarma. Hmmm....
Pukul 2 siang, kutinggalkan kantor dan pulang.

Pukul 7 malam aku harusnya mengajar kelas di Paket Kejar C. Mata pelajaran Sosiologi dan Geografi. Mereka yang berasal dari berbagai macam latar belakang asal, suku, agama, tingkat usia dan karakter ini begitu bersemangat menuntaskan pendidikan di level SMA, walaupun pada Program Paket Kejar. Namun Aku harus ngayah di Pura Padmasana. Tumpek Landep adalah odalan bagi Pura Padma di Perumku. Maka setelah kuhubungi seluruh murid dan bu Agung, koordinator program kami, kujelaskan bahwa aku tidak bisa mengajar kali ini.

Kemudian aku berangkat ke Pura. Cuaca mulai gelap, cahaya lampu sudah dinyalakan. Para bapak dan ibu mulai hadir di Pura. Pak Ngurah, Pak Made, Pak Kadek, Pak Gus Jhon, Pak Putu Arka, Pak Wayan, Bu Lilik, Bu Marhaeni, Bu Dayu Puspaadi, Bu Indra, Bu Arka, Bu Gek. Kami mulai nanding banten yang sudah selama dua hari ini di rakit jejahitannya oleh para ibu. Para bapak mendirikan tenda, ada yang mulai dengan kidungnya, ada yang jadi peneges. Anak wanita membawa air minuman dan pisang goreng yang dihidangkan bagi seluruh umat yang hadir di sana kala itu. Hmmm, sungguh sebuah bentuk Local Genius Wisdom, Kearifan Lokal yang Adi Luhung. Tidak bakal goyahkan budaya yang sungguh harmonis ini dalam jajaran batas ruang dan waktu, menjalin semangat kebersamaan di antara kami untuk meningkatkan kebijakan dan kedewasaan diri.

Hujan yang turun perlahan, semakin lama semakin deras, membuat kami harus berlindung berhimpitan di bawah tenda. Namun semangat untuk menuntaskan banten membuat kami berusaha melakukan yang terbaik. Toh akhirnya, di tengah rengekan anak-anak yang hadir mengiringi orangtuanya, tetesan air hujan yang jatuh menimpa tubuh, dan banyak segala tetek bengek lainnya, akhirnya kami tuntas pula dengan aktivitas di Pura Padma ini. Pukul sepuluh kami pulang ke rumah masing-masing.

Besok, Saniscara Kajeng Kliwon Uwudan wuku Tumpek Landep, 7 Mei 2011, pukul 7 malam, kami akan berkumpul bersama, melaksanakan persembahyangan dalam rangka piodalan, dipuput oleh bapak Dane Jero Mangku Made Sedana Putra. Kemudian kami akan menikmati makan malam bersama hasil olahan bersama pula. Astungkara, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, kami masih diperbolehkan memuja kebesaran nama Mu.....

http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=956&Itemid=120
memuat bahasan dari Jero mangku Sudiada yang mengatakan bahwa :
Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Pasupati atas ciptaanya, sehingga atas analisys dari manusia menggunakan ketajaman Jnananya sehingga berhasilah mengolah logam logam yang dipergunakan untuk melancarkan usahanya dalam menunjang kehidupan sehari-hari, sehingga lazimnya pada tumpek ini sepertinya di katagorykan sebagai sarwa sanjata-senjatanyapun yang dari Logam, pada hal yang utama bagaimana ketajaman dari Jnanam kita yang di anugrahi oleh sang maha pencipta.

http://www.antaranews.com/view/?i=1195822534&c=ART&s=
menguraikan apa yang dijelaskan oleh Dr. Ketut Sumadi M, Par, bahwa
"Tumpek Landep merupakan hari peringatan untuk memohon keselamatan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Senjata atau peralatan dari bahan besi, logam, perak dan emas. Tumpek Landep juga sebagai "pujawali" Betara Siwa yang berfungsi melebur dan "memralina" (memusnahkan) agar kembali ke asalnya. Melalui perayaan "Tumpek Landep" umat manusia diharapkan dapat lebih menajamkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) untuk kegiatan yang bermanfaat bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia.

"Tumpek Landep" salah satu hari yang cukup diistimewakan umat Hindu jatuh setiap 210 hari sekali. Kala itu masyarakat Bali menggelar kegiatan ritual yang khusus dipersembahkan untuk benda-benda dan teknologi, berkat jasanya yang telah mampu memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan hidup. Persembahan korban suci juga ditujukan untuk alat-alat pertanian seperti cangkul, sabit dan alat-alat pertanian lainnya bagi seseorang yang bekerja sebagai petani.

Demikian pula mobil, sepeda motor, sepeda angin, mesin-mesin, komputer, televisi, radio, pisau, keris, tombak dan berbagai jenis senjata, juga mendapat persembahan banten, rangkaian khusus kombinasi janur, bunga, buah dan aneka jajan dan diberi persembahan sesajen dan hiasan khusus dari janur yang disebut "ceniga", "sampian gantung", dan "tamiang". Semua itu merupakan wujud puji syukur orang Bali ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan pengetahuan dan kemampuan merancang teknologi canggih, hingga tercipta benda-benda yang dapat mempermudah kehidupan manusia di dunia ini.

Menurut Sumadi, teknologi canggih harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat positif, sesuai dengan konsep hidup orang Bali, "Tri Hita Karana", hubungan yang harmonis dan serasi sesama umat manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, seluruh peralatan yang dipakai umat manusia untuk mengolah isi alam, khususnya peralatan yang mengandung unsur besi, baja, emas, atau perak, harus tetap dijaga kesuciannya. Dengan demikian selamanya diharapkan dapat digunakan dengan baik tanpa merusak alam. Orang yang bekerja sebagai petani misalnya, akan merawat dan menjaga alat-alat pertaniannya dengan baik, seperti bajak, cangkul, dan sabit. Sementara masyarakat yang bekerja sebagai pembuat berbagai peralatan dari bahan baku besi, baja, emas, perak (perajin) pun akan memelihara dan menjaga peralatannya.

2 komentar:

  1. Om Swastiastu; Rahajeng Tumpek Landep; dumogi Ida Sanghyang Widhi stata ngamicayang waranugraha ring iraga sareng sami..

    link http://rare-angon.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Om Swastyastu juga.... Rahajeng mewali...

    BalasHapus